Semakin umum terjadi dalam sebuah pidato, pertemuan, konferensi dan dokumen kebijakan saat ini yang menyebutkan bahwa organisasi/pemerintah/perusahaan menegaskan kembali bahwa mereka telah memasukkan pendekatan berbasis gender atau perspektif gender (analisa dampak gender).

Dan tentu saja kami memasukkan perspektif gender dan mengakui peran penting perempuan.

Kata “tentu saja” dalam kalimat tersebutlah yang seharusnya membuat kita gugup. Ini menyisyaratkan bahwa kalimat tersebut seolah-olah benar adanya sehingga membuat kita seperti tidak boleh meragukan kalimat ini. Kalimat tersebut diucapkan dengan roman yang jelas, tetapi juga terlihat defensif. Hal seperti ini hampir mirip seperti polis asuransi terhadap kritik yang akan diberikan jika gagal dalam menerapkan perspektif gender dan peran perempuan. Tetapi kita sering dibuat bertanya-tanya bagaimana seharusnya perspektif gender diterapkan, bagaimana perempuan berpartisipasi dalam hal ini (baik salah satu ataupun keduanya), dan apakah perempuan benar-benar membuahkan hasil? Kita dibiarkan bertanya, “Okay, tetapi apakah perspektif gender ini benar-benar mengubah sesuatu?”

Menulusri laporan dan dokumen kebijakan-kebijakan terbaru dari sejumlah lembaga internasional, termasuk badan-badan PBB, Bank Dunia dan International Finance Corporation (IFC) dan IMF, terapat berbagai referensi-refernsi yang menyinggung perspektif gender, pendekatan berbasis gender dan kebijakan sensitif tentang gender. Bahkan sekarang terdapat ketahanan berbasis gender.

Seluruh bab didedikasikan untuk perspektif gender. Dalam kebanyakan kasus, hal itu hanya menunjukkan bahwa perempuan telah ada di dalam data sekarang. Satu dekade lalu tidak ada perincian mengenai gender dalam fakta dan angka. Sehingga menjadikan perempuan untuk pertama kalinya terlihat masuk kedalam data. Pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional sekarang dapat mengucapkan kata, “tentu saja”. Tetapi apa yang terjadi dengan data ini? Bagaimana data tersebut mengubah situasi yang dialami perempuan? Bagaimana perempuan memanfaatkannnya untuk mengupayakan perubahan pada situasi mereka saat ini? Sepuluh tahun dari sekarang, akankah data menunjukkan perubahan yang dilakukan oleh permpuan? (Selama pandemi, data memang berubah. Kesenjangan upah terhadap gender melebar lagi, membuat perempuan mundur sejauh satu dekade atau lebih).

Dalam hal-hal yang berkaitan dengan prespektif gender ini, terdapat hal-hal yang berisi studi kasus, cerita, dan suara dari perempuan. Atau lebih tepatnya, suara seorang perempuan; seorang perempuan yang pandai untuk berjuang keluar dari lubang kemiskinan atau berusaha keras untuk masuk kedalam masyarakat sebagai kaum marginal. Tidak diragukan lagi hal tersebut adalah sebuah perjuangan, dan kami menghormatinya. Tapi yang lebih sering terjadi adalah, perempuan-perempuan itu adalah mereka yang berjuang sendiri. Bukan perempuan yang berkelompok. Bukan perempuan-perempuan yang terorganisir secara kolektif. Bukan perempuan yang penyatuan kekuatannya menggaggu hak istimewa, kekuasaan, dan status laki-laki.

Kisah-kisah kesuksesan yang ada cenderung menunjukkan bagaimana perempuan-perempuan (atau seorang perempuan) merapatkan kesenjangan gender dan mencapai atau melampaui apa pun yang dilakukan seorang laki-laki. Sekali lagi, kami tidak menganggap enteng hal ini dan kami pun menghormati betapa sulitnya hal itu. Tapi kita jarang melihat laki-laki melakukan sesuatu untuk merapatkan kesenjangan ini sebagai bentuk nyata pada pendekatan berbasis gender atau perspektif gender. Laki-laki tetap diam, ketika perempuan harus bekerja sepuluh kali lebih keras untuk sampai ke posisi/level di mana laki-laki berada. Dengan kata lain, laki-laki mempertahankan hak istimewa dan kekuasaan patriarkinya dan perempuan harus mencari cara untuk melewatinya.

Intinya, perspektif gender dan pendekatan berbasis gender tidak ada artinya jika tidak membahas masalah kekuasaan. Lebih jauh lagi, perspektif gender hanya akan membuahkan hasil jika mereka berkontribusi pada perempuan yang bergabung untuk menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk membawa perubahan yang mendasar. Perspektif gender tidak boleh berupa sudut pandang statis (snapshot, profil, atau kumpulan data). Perspektif gender harus menjadi proses interaksi yang dinamis antara kerentanan sistematik dan institusional dan marginalisasi perempuan, kepercayaan kolektif perempuan dan kemampuan mereka untuk berorganisasi, dan perjuangan kolektif perempuan untuk mengatasi diskriminasi, penindasan dan eksploitasi.

Seperti yang saya katakana di tempat lain: Patriarki bukanlah sikap. Patriarki adalah siasat pemangku kekuasaan (rezim) yang dirancang untuk menindas dan mengeksploitasi perempuan. Dengan sengaja membatasi kekuatan kolektif orang-orang yang bekerja, dan melemahkan kekuatan organisasi kita. Hal ini bukan budaya, itu politik.

Agar perspektif gender dan pendekatan berbasis gender menjadi bermakna, para perempuanharus bersifat politis. Sebagai konsekuensinya, mereka harus berkontribusi pada peningkatan kekuatan kolektif perempuan.

Dalam konteks ini kita perlu menilai secara kritis setiap klaim untuk mengunsurkan perspektif gender dan pendekatan berbasis gender. Kita harus bertanya bagaimana perempuan memiliki daya kekuatan yang lebih dalam pengambilan keputusan? Bagaimana perempuan memiliki kontrol lebih (dalam alokasi sumber daya dan pelaksanaan hak dan perwakilan) untuk menentukan tindakan dan hasilnya? Bagaimana perempuan menggunakan kekuatan kolektif mereka untuk melembagakan (mengunci) keuntungan ini dan memastikan bahwa apa pun yang diperolehh tidak diambil?

Jika perspektif gender dalam penelitian, kebijakan, program, dan tindakan negara tidak menjamin lebih banyak kekuatan bagi perempuan dalam pengambilan keputusan dan kontrol atas sumber daya, maka itu hanyalah sebatas pandangan semata. Tentu saja kemudian tidak ada yang berubah, semuanya tetap sama.