Selama puluhan tahun, Sri Rezeki, Eti dan Suwarni setiap hari bekerja mengupas kepiting dan memisahkan daging dengan cangkang kepiting di Pabrik Phillips Seafood di Lampung, Indonesia. Sebagai pekerja harian, mereka bekerja di bawah tekanan kuat untuk memenuhi target harian yang berubah dengan cepat yang diukur dalam kilogram daging kepiting. Mereka menderita karena pekerjaan yang berlebihan, mengalami cedera dan menghadapi ancaman kesehatan yang buruk. Setiap pagi selama 20 tahun, mereka bersiaga menunggu SMS dari manajemen untuk mengetahui apakah mereka mendapatkan jadwal bekerja ke pabrik atau tidak. Hal tersebut merupakan bentuk ketidakamanan dan kecemasan tambahan dalam pekerjaan yang sudah tidak aman.
- Eti – 20 tahun bekerja di bagian pengolahan daging kepiting untuk Phillips Seafood
- Suwarni – 20 tahun bekerja di bagian pengolahan daging kepiting untuk Phillips Seafood
- Sri Rezeki – 20 tahun bekerja di bagian pengolahan daging kepiting untuk Phillips Seafood
- Desiyanti – 13 tahun bekerja di bagian pengolahan daging kepiting untuk Phillips Seafood
- Rusmiyati – 13 tahun bekerja di bagian pengolahan daging kepiting untuk Phillips Seafood
Sama seperti bisnis restoran milik keluarga, Phillips Seafood yang berpusat di Baltimore, AS, yang berinvestasi dalam memperluas produksi daging kepiting di Pabrik Lampung, Sri Rezeki, Eti dan Suwarni – bersama dengan 37 pekerja harian perempuan lainnya berhenti menerima SMS dari Manajemen di tanggal 30 Agustus 2022. Sejak saat itu mereka efektif diberhentikan.
Ketika Serikat menuntut untuk mengetahui mengapa 40 perempuan itu tidak lagi dipanggil untuk bekerja, manajemen menyatakan bahwa hal itu terjadi karena “kinerja yang buruk” – gagal memenuhi target harian mereka. Namun kesamaan Sri Rezeki, Eti dan Suwarni dengan 35 buruh perempuan yang dipekerjakan sebagai buruh harian selama 20 tahun dan dua perempuan lainnya, Rusmiyati dan Desiyanti, yang bekerja selama 13 tahun, adalah mereka secara resmi meminta untuk dijadikan pekerja tetap. Mereka telah meminta untuk diangkat menjadi pekerja tetap pada 2010, 2012, dan 2017.
Setelah serikat pekerja mendapatkan pengakuan dari perusahaan pada akhir tahun 2021 (setelah perjuang selama 12 tahun untuk hak-hak serikat pekerja) dan merundingkan kesepakatan bersama pertamanya, diringan untuk pekerjaan tetap bagi pekerja harian perempuan meningkat pada tahun 2022. Sebagai tanggapan manajemen secara sederhana berhenti memanggil mereka untuk bekerja. Hanya setelah serikat pekerja menuntut para perempuan ini untuk melanjutkan pekerjaannya dan dijadikan pekerja permanen, Manajemen mengklaim bahwa hal itu terjadi karena “kinerja yang buruk”. Setelah mereka bekerja selama 20 tahun. Jadi pertanyaannya tetap: Bagaimana perusahaan seperti Phillips Seafood dapat memutuskan bahwa pekerja harian perempuan di Indonesia yang mengekstraksi dan menyiapkan daging kepiting untuk restorannya di AS selama dua dekade, memiliki kinerja yang buruk dan sekarang mereka berhentikan begitu saja?