Dua puluh tahun setelah mengakuisisi brand Kecap Bango dari kecap manis yang sangat popular di Indonesia, Unilever terus meraup keuntungan yang signifikan dari tahun ke tahun. Cash flow dari brand lokal ini sangat sinifikan sehingga menjadikan Kecap Bango sebagai salah satu brand global teratas di Unilever. Meskipun demikian, lebih dari 700 pekerja di satu-satunya pabrik yang memproduksi Kecap Bango hingga saat ini masih ditolak haknya untuk menegosiasikan upah yang layak.

Setelah dengan pelan-pelan menyusun usaha joint venture  dengan cara memberikan Unilever kendali penuh dan tidak ada tanggung jawab, perusahaan mengklaim bahwa mitra bisnis lokal mereka PT. AMB bertanggung jawab penuh atas tawar-menawar upah. Tetapi system pembayaran Borongan yang dibuat oleh Unilever di bawah lisensi manufakturnya membatasi anggaran yang tersedia untuk biaya tenaga kerja per produk. PT. AMB juga membayar biaya sewa anak perusahaan Unilever untuk segala hal mulai dari mesin dan peralatan hingga perabot kantor setiap bulan. PT. AMB terlilit hutang, hingga meminjam uang dari koperasi karyawan.

Selama lebih dari 8 tahun menajemen lokal telah mengatakan kepada serikat pekerja bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk menyesuaikan anggaran untuk biaya tenaga kerja tanpa penyesuaian anggaran dari Unilever untuk lisensi manufaktur. Akhirnya pada Juli 2022, Unilever merespons hal tersebut. Namun, alih-alih membayar produk Kecap Bango yang dibuat oleh pabrik dengan cara menjamin upah yang layak, Unilever secara sepihak memperkenalkan perhitungan Living Wage yang membenarkan upah rendah yang selama ini terjadi.

Ketika 680 anggota SPMKB FSBMM yang berafiliasi dengan IUF melanjutkan aksi protes mereka, majemen Unilever malah menjaga jarak dan hanya mengawasi aksi protes tersebut serta lepas tangan terhadap upah dan kondisi kerja yang terjadi. Sementara itu, Unilever terus melakukan pendekatan langsung terhadap keuntungan yang terus mengalir.